Selasa, 10 Januari 2017

Tugas Artikel Filsafat - Man With Everything To Do

Nama               : Qonitah Kurnianingsih
NIM                : 2227150005
Kelas               : 3A PGSD
Tugas               : Artikel (Filsafat Ilmu Pendidikan)

MAN WITH EVERYTHING TO DO
Imanuel Kant mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan. Menurut Kant ada empat hal yang dikaji dalam filsafat yaitu: apa yang dapat manusia ketahui? (metafisika); apa yang seharusnya diketahui manusia? (etika); sampai dimana harapan manusia? (agama); dan apakah manusia itu? (antropologi). Definisi Filsafat ini mempengaruhi semua pemikiran Imamuel Kant.
Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai pertanyaan keempat Immanuel Kant. Pertanyaan keempat adalah arti dari manusia sendiri. Kant mengatakan bahwa hanya manusialah tujuan pada dirinya dan bukan semata-mata alat atau sarana yang boleh diperlakukan sewenang-wenang. Di dalam segala tindakan manusia, baik yang ditujukan kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain, manusia harus dipandang serentak sebagai tujuan. Bagi Kant, manusialah aktor yang mengkonstruksi dunianya sendiri. Melalui apriori formal, jiwa manusia mengatur data kasar pengalaman (pengindraan) dan kemudian membangun ilmu-ilmu matematika dan fisika. Melalui kehendak yang otonomlah jiwa membangun moralitas. Dan melalui perasaan (sentiment) manusia menempatkan realitas dalam hubungannya dengan tujuan tertentu yang hendak dicapai (finalitas) serta memahami semuanya secara in heren sebagai yang memiliki tendensi kepada kesatuan.
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Manusia adalah mahluk yang luar biasa kompleks. Kita merupakan paduan antara makhluk material dan makhluk spiritual. Dinamika manusia tidak tinggal diam karena manusia sebagai dinamika selalu mengaktivisasikan dirinya.
Beberapa ahli telah mengungkapkan definisinya masing-masing tentang apa itu manusia. Diantaranya Nicolaus D. dan A. Sudiarja, yang berpendapat bahwa manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang. Sedangkan menurut Abineno J. I., manusia adalah “tubuh yang berjiwa” dan bukan “jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana”.
Adapun definisi manusia menurut Sokrates yaitu manusia adalah mahluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar. Sedangkan Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, manusia adalah makhluk yang berfikir, dan manusia adalah makhluk yang memiliki tiga dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan. Dan definisi terakhir dikemukakan oleh Erbe Sentanu, yang berpendapat bahwa manusia adalah makhluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain.
Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, pertumbuhan, perkembangan, dan mati, serta terkait dan berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik baik itu positif maupun negatif. Manusia merupakan makhluk yang sempurna di antara makhluk lainnya. Manusia memiliki akal yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya yaitu hewan dan tumbuhan. Akal diberikan  untuk berfikir berdasarkan insting dan naluri. Manusia juga merupakan makhluk sosial, mereka tidak bisa melakukan suatu hal atau mengerjakan sesuatu secara sendiri.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Kata individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi, individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin, individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Jika seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Selain sebagai makhluk individu, menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat. Selain itu, manusia diberi akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Alasan mengapa manusia dikatakan makhluk sosial adalah karena manusia tunduk pada aturan dan norma sosial; perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain; manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain ; dan potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Kehidupan manusia yang tidak dapat lepas dari orang lain, membuat orang harus memiliki aturan-aturan norma. Aturan-aturan tersebut dibuat untuk menjadikan manusia menjadi lebih beradab. Menusia akan lebih menghargai nilai-nilai moral yang akan membawa mereka menjadi lebih baik. Aspek kehidupan susila adalah aspek ketiga setelah aspek individu dan sosial. Manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan yang buruk karena hanya manusia yang dapat menghayati norma-norma dalam kehidupannya. Melalui pendidikan mampu diciptakan manusia yang bersusila karena hanya dengan pendidikan kita dapat memanusiakan manusia. Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada tepat tidaknya suatu pendidikan mendidik seorang manusia menaati norma, nilai dan kaidah masyarakat.
Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Di sisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi. Oleh karena fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengenal siapa Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap manusia dalam hidupnya pasti memiliki yang namanya harapan. Manusia tanpa harapan berarti manusia itu mati dalam hidup. Bahkan seseorang yang akan meninggal pun memiliki harapan, biasanya berupa pesan-pesan terhadap ahli warisnya. Dengan munculnya harapan membuktikan bahwa manusia tersebut memiliki arti dalam hidupnya, harapan pun muncul dari pada saat manusia kecil hingga tua, hal tersebut sudah sangat wajar terjadi. Harapan setiap manusia berbeda-beda sesuai dengan apa yang ia sedang butuhkan pada saat itu. Suatu harapan akan lebih terlihat nyata apabila kita melakukan suatu proses untuk mengejar harapan tersebut, setiap harapan pasti akan selalu kita dapatkan, semua tergantung dari usaha-usaha kita, seberapa keras kita berusaha maka harapan pun akan terwujud dengan sendirinya. Harapan itu biasanya sesuai dengan pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan.
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan berbuah kebaikan diwaktu yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak namun diyakini bahkan terkadang dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Namun ada kalanya harapan tertumpu pada seseorang atau sesuatu.
Dalam diri manusia masing-masing sudah terjelma sifat, kodrat pembawaan dan kemampuan untuk hidup bergaul, hidup bermasyarakat atau hidup bersama dengan manusia lain. Dengan kodrat ini manusia dapat mempunyai harapan. Selain itu, manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu pada garis besarnya dapat dibedakan atas kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Untuk memenuhi semua kebutuhan itu manusia harus bekerja sama dengan manusia lain. Hal ini disebabkan karena kemampuan manusia sangat terbatas, baik kemampuan fisik maupun kemampuan berpikir. Dan dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup itu maka manusia mempunyai harapan, karena pada hakekatnya harapan itu adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 
Sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia itu, Abraham Maslow mengkategorikan kebutuhan manusia menjadi lima macam. Lima macam kebutuhan itu merupakan lima harapan manusia, yaitu: harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup (survival); harapan untuk memperoleh keamanan (safety); harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan dicintai (being loving and love); harapan untuk memperoleh status atau diterima atau diakui lingkungan (status); dan harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita (self-actualization). 
Agar harapannya terwujud, selain berusaha dengan sungguh-sungguh, manusia tak lepas atau tidak boleh bosan berdoa. Hal ini disebabkan karena harapan dan kepercayaan itu tidak dapat dipisahkan. Harapan dan kepercayaan itu adalah bagian dari hidup manusia. Tiap manusia mempunyai harapan dan sudah barang tentu mempunyai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu wajarlah jika harapan itu banyak menimbulkan daya kreativitas seniman untuk mencipta seni. Banyak hasil seni seperti : seni sastra, seni patung, seni film, seni musik, seni lukis, filsafat yang lahir dari kandungan harapan dan kepercayaan. Tuhan adalah tumpuan segala harapan. Kepada-Nya kepercayaan diutamakan sepenuhnya. Berhasil tidaknya suatu harapan itu tergantung dari usaha orang yang mempunyai harapan. Dalam meraih harapan, beberapa sifat yang alangkah baiknya untuk kita miliki diantaranya adalah harus dan selalu optimis, tidak suka menunda-nunda pekerjaan, cintai pekerjaan, senang menghadapi tantangan, mempunyai harapan yang tinggi, berjiwa produktif, dan tidak tergantung dengan satu harapan.
Karena manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berpikir, dan karena situasi dan kondisi alam di mana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menantang dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, memikirkan segala hal yang terjadi di sekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh di atasnya, berkembang, berbuah, dan melimpah ruah. Segala peristiwa berlaku di atas permukaannya. Dan di dalam siang dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan keburukan, kebaktian dan kejahatan, sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup dan mati, dan sebagainya, yang meliputi dan melingkupi kehidupan manusia. Hal-hal seperti itulah yang menakjubkan manusia, menyebabkan dia termenung, merenungkan segala sesuatu. Dia berpikir dan berpikir, sepanjang masa dan sepanjang zaman. Dia memikirkan dirinya sebagai mikro-kosmos dan memikirkan jagat raya sebagai makro-kosmos. Dia memikirkan juga alam ghaib, alam di balik dunia yang nyata ini, alam metafisika. Dan dia pun mulai membangun pemikiran filsafat.
Di dalam sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuran manusia meningkat tinggi, maka tampilah manusia-manusia unggul merenung dan memikir, menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan kehidupan, sosial kemasyarakatan, alam semesta, dan jagat raya. Maka lahirlah untuk pertama kalinya filsafat alam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode kedua, lalu Shopisme, kemudian filsafat klasik, yang bermula kurang lebih enam abad sebelum masehi.
Plato telah melahirkan filsafat yang bertolak pangkal kepada idea, dan filsafatnya disebut Idealisme. Pokok pikiran yang terkandung dalam filsafat ini, ialah : bahwa apa saja yang ada di dalam alam ini, bukanlah benda yang sebenarnya, yang berada di balik benda itu, yang disebut idea. Jadi benda yang berada di balik benda itu, yaitu dunia idea, di situlah terletak hakekat benda itu yang sebenarnya. Sebaliknya, Aristoteles berlawanan dengan gurunya Plato, mengatakan bahwa semua benda-benda yang kita saksikan setiap hari dalam pengalaman hidup kita, adalah benda-benda yang betul-betul ada dan nyata, dan bukan bayangan atau khayalan belaka. Lalu Aristoteles membagi membagi adanya benda-benda itu kepada berbagai macam lingkungan, seperti : Fisika, Biologi, Etika, Politik, Psikologi, dan sebagainya. Oleh karena paham Aristoteles ini berpijak kepada kenyataan yang berada di dunia nyata, maka dia disebut ; Aliran filsafat Realisme.
Kedua aliran filsafat ini kemudian dikembangkan oleh ahli-ahli filsafat yang datang kemudian, terutama di Jerman, Inggris, dan Amerika. Dan kemudian muncul pula aliran-aliran filsafat dengan nama dan versi baru, tapi masih berlandaskan kepada ajaran Idealisme atau Realisme, seperti, Essensialisme, Existensialisme, Experimentalisme, dan lain sebagainya. Hampir semua aliran filsafat ini membicarakan masalah pendidikan dan memikirkan teori-teori untuk melaksanakan pendidikan menurut pendapat dan paham yang mereka anut dan yakini dapat membentuk dan membina akal pikiran anak didik yang akan mendatangkan kemajuan dan kebahagiaan bagi mereka itu di belakang hari. Tetapi sejak kurang lebih dua puluh lima abad yang lalu, seorang bijaksana unggul yang agung dalam pemikirannya, yaitu Aristoteles sendiri, telah memperingatkan bahwa : ”Orang tidak sama sekali setuju tentang hal-hal yang akan di ajarkan, apakah kita memandang kepada kebaikan atau kehidupan terbaik. Tidak ada kepastian apakah pendidikan itu lebih bersangkut paut dengan intelektualitas atau dengan kebajikan moral. Praktek yang berjalan sekarang membingungkan, tidak seorang pun yang tahu atas landasan prinsip apa kita akan maju – apakah yang berguna dalam kehidupan, apakah kebajikan, ataukah pengetahuan yang lebih tinggi, yang akan menjadi tujuan dari pengajaran kita, ketiga pendapat itu kesemuanya memikat perhatian orang. Lagi pula, tentang cara-caranya, tidak terdapat kesepakatan, karena bagi orang-orang yang berlain-lainan, memulai dengan ide yang berbeda-beda sudah tentu tidak akan bersesuaian dalam prakteknya”.
Di samping itu Aristoteles dan orang-orang yang semasa dengan dia, banyak berpendapat akan sukarnya untuk setuju dengan semacam pendidikan yang tetap, untuk anak didik, karena kondisi sosial di masa itu pun berada dalam keadaan perubahan yang tepat. Keadaan politik sedang dalam situasi perubahan dari aristokratik ke demokrasi. Ekonomi dan perdagangan maju pesat yang mengangkat derajat Yunani dengan cepat kepada kedudukan pemimpin di laut Mediterranean sebelah timur. Keunggulan bangsa Yunani di masa itu telah membawa bangsa itu ke dalam kancah konflik internasional, yang akhirnya nanti, berkemungkinan besar akan menyeretnya ke dalam peperangan internasional. Dalam bidang pendidikan, timbul pertanyaan yang mendasar, apakah sistem pendidikan tradisional yang stereo type atau tiruan ini akan dapat menyesuaikan diri dengan dunia baru ke arah mana pada masa itu bangsa Yunani sedang menuju, ataukah zaman baru itu menuntut adanya perubahan di dalam sistem pendidikan mereka?
Demikian pula proses kehidupan umat manusia di abad ini, semuanya mengalami perubahan-perubahan yang drastis. Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong proses kehidupan umat manusia di atas permukaan planet bumi ini ratusan tahun lebih maju dari abad-abad sebelumnya. Dua kali perang dunia telah merubah status permukaan bumi secara drastis. Kemajuan teknologi telah mendekatkan jarak bumi menjadi dekat sekali, seperti di sebelah rumah saja. Apa yang terjadi di suatu negara pada detik ini dan saat itu juga telah diketahui oleh negara-negara lain di dunia ini. Penjajahan ruang angkasa telah memungkinkan manusia bumi berkelana ke bulan dan ke planet-planet lain dengan peralatan teknologi modern. Dengan teknologi komputer dan robot, kita seolah-olah sudah berada di dunia lain, dan banyak permasalahan yang sebelumnya mustahil rasanya dapat dipecahkan, sekarang sudah bukan masalah lagi. Dunia semakin sempit dan jarak-jarak sudah tidak ada yang jauh lagi. Di dalam teknologi persenjataan, kita mengetahui adanya peluru-peluru kendali yang dapat ditembakan dimana saja dengan tujuan ke mana saja di seluruh penjuru dan pojok dunia ini. Dan tidak ada suatu tempat pun yang dapat luput dari sasaran, betapapun jauh dan tersembunyinya sasaran itu. Dengan persenjataan nuklir dan konsep perang bintang atau kartika yudha apakah dunia mendekati akhirnya? Itulah pertanyaan besar yang belum ada seorangpun berani menjawabnya.
Jadi untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sudah jelas sistem pendidikan, teori pendidikan, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini. Sistem pendidikan, teori pendidikan, filsafat pendidikan dan peralatan pendidikan tradisional sudah jelas tidak akan dapat menjawab tantangan zaman sekarang kita hadapi. Demikian pula dengan proses kehidupan manusia Indonesia dewasa ini. Setelah usai perang dunia kedua, kita dipaksa oleh keadaan untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan kita pun akhirnya merdeka penuh, seratus persen. Dari bangsa jajahan kita menjadi bangsa merdeka. Tanggung jawab kita menjadi bertambah berat, sebab segala urusan besar dan kecil sudah berada di tangan bangsa kita sendiri. Sakit senang, suka duka, berat ringan tanggung jawab sudah terpikul di atas pundak kita sendiri. Termasuk tanggung jawab kita yang berat adalah bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah dari segala jenis pendidikan harus kita adakan dari yang rendah hingga pendidikan Universitas. Semuanya harus disesuaikan dengan suasana baru, suasana bangsa yang merdeka, tetapi dalam bidang pendidikan jauh tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Kurikulum harus diubah, cara berpikir harus diubah, sistem, teori, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi baru, abad komputer dan teknologi maju. Meskipun dengan beban berat di atas pundak, kita harus maju terus menuju cita-cita dan mewujudkannya menjadi kenyataan di bumi Pertiwi kita Indonesia tercinta ini.