Kamis, 29 Desember 2016

Hakikat Matematika



HAKIKAT MATEMATIKA
1.    Karakteristik Matematika
Salah satu unsur pokok dalam pembelajaran matematika termasuk di SD adalah matematika itu sendiri. Seorang guru di SD yang akan mengajarkan matematika kepada para siswanya, haruslah mengetahui objek yang akan diajarkannya, yaitu matematika. Dalam mempelajari matematika tentunya wajar kalau di antara kita, atau mungkin di antara siswa kita ada yang bertanya “Apakah matematika itu?”
Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para matematikawan, apa yang dimaksud dengan matematika itu. Sasaran pembelajaran matematika tidaklah konkret, tetapi abstrak dengan cabang-cabangnya semakin lama semakin berkembang dan bercampur. Tetapi kita akan mencoba mengungkap beberapa pendapat para ahli tentang matematika.
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani “mathein” atau “manthenein” artinya “memperlajari”, namun diduga kata itu ada hubungannya dengan kata Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya “kepandaian”, “ketahuan”, atau “intelegensi” (Andi Hakin Nasution, 1980, h. 12).
Ruseffendi (1989, h. 23) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
Selanjutnya dalam Ruseffendi (1988, h. 2) diungkapkan beberapa pendapat tentang matematika seperti menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau ide; dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya. Menurut Reys (1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Sedangkan menurut Kline (1973) bahwa matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi keberadaannya untuk membantu manusia memahami, menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
Berdasarkan pernyataan para ahli matematika di atas dapat dikatakan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan di antara hal-hal itu. Untuk dapat memahami struktur serta hubungan-hubungannya diperlukan penguasaan tentang konsep-konsep yang terdapat dalam matematika. Hal ini berarti belajar matematika adalah belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan di antara konsep dan struktur tersebut.
Pada pembelajaran matematika guru seyogianya mengetahui hal ini sehingga dapat menyiapkan kondisi bagi siswanya agar mampu menguasai konsep-konsep yang akan dipelajari mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih kompleks. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Brunner, Gagne, dan Dienes seperti telah dibahas di atas.
Matematika disebut ilmu deduktif, karena kita ketahui bahwa baik isi maupun metode pencarian kebenaran dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan umumnya. Metode pencarian kebenaran yang dipakai oleh matematika adalah metode deduktif, sedangkan ilmu pengetahuan alam adalah induktif atau eksperimen. Namun, dalam matematika mencari kebenaran itu bisa dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus dibuktikan secara deduktif.
Sebagai contoh suatu generalisasi atau dalil yang berbunyi “jumlah dua bilangan ganjil adalah bilangan genap”. Misalnya kita ambil beberapa buah bilangan ganjil 1, -3, 5, dan 7, kemudian kita jumlahkan.
+
1
-3
5
7
1
2
-2
6
8
-3
-2
-6
2
4
5
6
2
10
12
7
8
4
12
14

Dari tabel penjumlahan ini, jelas bahwa setiap dua bilangan ganjil jika dijumlahkan hasilnya selalu genap. Dalam matematika tidak dibenarkan membuat generalisasi atau membuktikan dalil dengan cara demikian. Walaupun Anda menunjukkan sikap itu dengan mengambil beberapa contoh yang lebih banyak lagi, tetap kita tidak dibenarkan menyimpulkan bahwa jumlah dua bilangan ganjil adalah genap, sebelum membuktikannya secara deduktif.
Misalkan pembuktian secara deduktifnya sebagai berikut. Misalkan m dan n adalah sembarang dua buah bilangan bulat maka 2m + 1 dan 2n + 1 tentunya merupakan dua buah bilangan ganjil. Jika kita jumlahkan (2m + 1) + (2n + 1) = 2 (m + n + 1). Karena m dan n bilangan bulat maka (m + n + 1) bilangan bulat pula sehingga 2 (m + n + 1) adalah bilangan genap. Jadi, jumlah dua bilangan ganjil selalu genap.
Matematika disebut ilmu tentang pola, karena dalam matematika sering dicari keseragaman untuk membuat generalisasi. Misalnya, jumlah n bilangan ganjil selamanya sama dengan n2. Ambil beberapa bilangan, misalnya 1 adalah bilangan ganjil jumlahnya adalah 1 = 12. Selanjutnya 1 dan 3 adalah bilangan-bilangan ganjil jumlahnya adalah 4 = 22. Kemudian 1, 3, dan 5 adalah bilangan-bilangan ganjil yang jumlahnya adalah 9 = 32, dan seterusnya. Dengan membuat generalisasi contoh-contoh akan didapat pola atau hubungan sehingga sampailah kepada kesimpulan kebenaran kenyataan “jumlah n buah bilangan ganjil yang berurutan sama dengan n2”.
Memang benar bahwa matematika adalah ilmu tentang hubungan, karena dalam matematika konsep-konsepnya satu sama lain saling berhubungan. Misalnya antara 3 X 7 = 21 dengan 21 : 7 = 3. Antara 102 = 100 dan  = 10, dan log 100 = 2. Lebih jauh lagi kita dapat melihat bagaimana cabang-cabang matematika seperti aljabar, geometri, statistik, aritmetika, analisis satu dengan lainnya saling berhubungan.
Selanjutnya menurut Herman Hudoyo (1990, h. 4) secara singkat dapat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide, konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif. Sejalan dengan ini menurut Tambunan (1987, h. 29) menyatakan bahwa, matematika adalah pengetahuan mengenai kuantiti dan ruang, salah satu cabang dari sekian banyak ilmu yang sistematis, teratur, dan eksak. Matematika adalah angka-angka perhitungan yang merupakan bagian dari hidup manusia. Matematika menolong manusia memperkirakan secara eksak berbagai ide dan kesimpulan. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem menarik. Matematika membahas faktor-faktor dan hubungan-hubungannya, serta membahas problem ruang dan bentuk. Matematika adalah ratunya ilmu.

2.    Proses Pembelajaran Matematika
Pola tingkah laku manusia yang tersusun menjadi suatu model sebagai prinsip-prinsip belajar dapat diaplikasikan ke dalam matematika. Prinsip belajar ini harus dipilih agar cocok penggunaannya dalam memperlajari matematika. Matematika yang berkenaan dengan ide abstrak dan penggunaan bahasa simbol yang tersusun secara hierarkis dengan penalarannya yang deduktif dalam pembelajarannya menuntut kegiatan mental yang relatif tinggi.
Pada dasarnya tujuan belajar matematika yang sesuai dengan hakikat matematika merupakan sasaran utama. Sedangkan peranan teori-teori belajar merupakan strategi terhadap pemahaman matematika. Dengan demikian diharapkan bahwa matematika dapat dipahami secara wajar sesuai dengan kemampuan anak. Jadi, perlu kita sadari bahwa tujuan akhir dari belajar matematika adalah pemahaman terhadap konsep-konsep matematika yang relatif abstrak. Sedangkan strategi teori-teori belajar tentang pengalaman lingkungan dan manipulasi benda konkret hanyalah sekedar jembatan dalam memahami konsep-konsep matematika tersebut yang pada akhirnya tetap siswa harus belajar sesuai dengan hakikat matematika.
Dalam hal membicarakan belajar matematika tidak bisa terlepas dari membicarakan mengajar matematika. Sebaliknya apabila dikatakan mengajar tentu ada subjek yang diberikan pelajaran. Proses pembelajaran ini bisa saja tidak langsung bertatap muka antara guru yang mengajar dengan siswa yang belajar, misalnya melalui buku, modul, ataupun media elektronik.
Dalam hal mengajar matematika pengajar harus menguasai matematika yang akan diajarkannya. Namun, penguasaan terhadap bahan saja tidaklah cukup. Peserta didik harus berpartisipasi secara aktif dengan kemampuan yang relatif berbeda-beda. Pengajar matematika hendaknya berpedoman kepada bagaimana mengajarkan matematika itu sesuai dengan kemampuan berpikir siswanya. Belajar dan mengajar dapat dipandang sebagai sesuatu proses yang komprehensif, yang harus diarahkan untuk kepentingan peserta didik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar