HAKIKAT MATEMATIKA
1.
Karakteristik
Matematika
Salah satu unsur pokok
dalam pembelajaran matematika termasuk di SD adalah matematika itu sendiri.
Seorang guru di SD yang akan mengajarkan matematika kepada para siswanya,
haruslah mengetahui objek yang akan diajarkannya, yaitu matematika. Dalam mempelajari
matematika tentunya wajar kalau di antara kita, atau mungkin di antara siswa
kita ada yang bertanya “Apakah matematika itu?”
Sampai
saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para matematikawan, apa
yang dimaksud dengan matematika itu. Sasaran pembelajaran matematika tidaklah
konkret, tetapi abstrak dengan cabang-cabangnya semakin lama semakin berkembang
dan bercampur. Tetapi kita akan mencoba mengungkap beberapa pendapat para ahli
tentang matematika.
Istilah
matematika berasal dari bahasa Yunani “mathein” atau “manthenein” artinya
“memperlajari”, namun diduga kata itu ada hubungannya dengan kata Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya
“kepandaian”, “ketahuan”, atau “intelegensi” (Andi Hakin Nasution, 1980, h.
12).
Ruseffendi
(1989, h. 23) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur
yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil
setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika
sering disebut ilmu deduktif.
Selanjutnya
dalam Ruseffendi (1988, h. 2) diungkapkan beberapa pendapat tentang matematika
seperti menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan bahwa matematika adalah
pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika adalah
bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas, dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol
mengenai arti daripada bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang
terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan
kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah
dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan pola
atau ide; dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada
keterurutan dan keharmonisannya. Menurut Reys (1984) mengatakan bahwa
matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola
berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Sedangkan menurut Kline
(1973) bahwa matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi keberadaannya untuk membantu manusia memahami,
menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam.
Berdasarkan
pernyataan para ahli matematika di atas dapat dikatakan bahwa matematika
merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau
struktur-struktur yang abstrak dan hubungan di antara hal-hal itu. Untuk dapat
memahami struktur serta hubungan-hubungannya diperlukan penguasaan tentang
konsep-konsep yang terdapat dalam matematika. Hal ini berarti belajar
matematika adalah belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan
yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan di antara konsep dan struktur
tersebut.
Pada
pembelajaran matematika guru seyogianya mengetahui hal ini sehingga dapat
menyiapkan kondisi bagi siswanya agar mampu menguasai konsep-konsep yang akan
dipelajari mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih kompleks. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Brunner, Gagne, dan Dienes seperti telah
dibahas di atas.
Matematika
disebut ilmu deduktif, karena kita ketahui bahwa baik isi maupun metode
pencarian kebenaran dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan
ilmu pengetahuan umumnya. Metode pencarian kebenaran yang dipakai oleh
matematika adalah metode deduktif, sedangkan ilmu pengetahuan alam adalah
induktif atau eksperimen. Namun, dalam matematika mencari kebenaran itu bisa
dimulai dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk
semua keadaan harus dibuktikan secara deduktif.
Sebagai
contoh suatu generalisasi atau dalil yang berbunyi “jumlah dua bilangan ganjil
adalah bilangan genap”. Misalnya kita ambil beberapa buah bilangan ganjil 1,
-3, 5, dan 7, kemudian kita jumlahkan.
+
|
1
|
-3
|
5
|
7
|
1
|
2
|
-2
|
6
|
8
|
-3
|
-2
|
-6
|
2
|
4
|
5
|
6
|
2
|
10
|
12
|
7
|
8
|
4
|
12
|
14
|
Dari
tabel penjumlahan ini, jelas bahwa setiap dua bilangan ganjil jika dijumlahkan
hasilnya selalu genap. Dalam matematika tidak dibenarkan membuat generalisasi
atau membuktikan dalil dengan cara demikian. Walaupun Anda menunjukkan sikap
itu dengan mengambil beberapa contoh yang lebih banyak lagi, tetap kita tidak
dibenarkan menyimpulkan bahwa jumlah dua bilangan ganjil adalah genap, sebelum
membuktikannya secara deduktif.
Misalkan
pembuktian secara deduktifnya sebagai berikut. Misalkan m dan n adalah
sembarang dua buah bilangan bulat maka 2m + 1 dan 2n + 1 tentunya merupakan dua
buah bilangan ganjil. Jika kita jumlahkan (2m + 1) + (2n + 1) = 2 (m + n + 1).
Karena m dan n bilangan bulat maka (m + n + 1) bilangan bulat pula sehingga 2 (m
+ n + 1) adalah bilangan genap. Jadi, jumlah dua bilangan ganjil selalu genap.
Matematika
disebut ilmu tentang pola, karena dalam matematika sering dicari keseragaman
untuk membuat generalisasi. Misalnya, jumlah n bilangan ganjil selamanya sama
dengan n2. Ambil beberapa bilangan, misalnya 1 adalah bilangan
ganjil jumlahnya adalah 1 = 12. Selanjutnya 1 dan 3 adalah
bilangan-bilangan ganjil jumlahnya adalah 4 = 22. Kemudian 1, 3, dan
5 adalah bilangan-bilangan ganjil yang jumlahnya adalah 9 = 32, dan
seterusnya. Dengan membuat generalisasi contoh-contoh akan didapat pola atau
hubungan sehingga sampailah kepada kesimpulan kebenaran kenyataan “jumlah n
buah bilangan ganjil yang berurutan sama dengan n2”.
Memang
benar bahwa matematika adalah ilmu tentang hubungan, karena dalam matematika
konsep-konsepnya satu sama lain saling berhubungan. Misalnya antara 3 X 7 = 21
dengan 21 : 7 = 3. Antara 102 = 100 dan
= 10, dan log 100 = 2. Lebih jauh lagi kita
dapat melihat bagaimana cabang-cabang matematika seperti aljabar, geometri, statistik,
aritmetika, analisis satu dengan lainnya saling berhubungan.

Selanjutnya
menurut Herman Hudoyo (1990, h. 4) secara singkat dapat dikatakan bahwa
matematika berkenaan dengan ide-ide, konsep-konsep abstrak yang tersusun secara
hierarkis dan penalarannya deduktif. Sejalan dengan ini menurut Tambunan (1987,
h. 29) menyatakan bahwa, matematika adalah pengetahuan mengenai kuantiti dan
ruang, salah satu cabang dari sekian banyak ilmu yang sistematis, teratur, dan
eksak. Matematika adalah angka-angka perhitungan yang merupakan bagian dari
hidup manusia. Matematika menolong manusia memperkirakan secara eksak berbagai
ide dan kesimpulan. Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan
problem-problem menarik. Matematika membahas faktor-faktor dan hubungan-hubungannya,
serta membahas problem ruang dan bentuk. Matematika adalah ratunya ilmu.
2.
Proses
Pembelajaran Matematika
Pola
tingkah laku manusia yang tersusun menjadi suatu model sebagai prinsip-prinsip
belajar dapat diaplikasikan ke dalam matematika. Prinsip belajar ini harus
dipilih agar cocok penggunaannya dalam memperlajari matematika. Matematika yang
berkenaan dengan ide abstrak dan penggunaan bahasa simbol yang tersusun secara
hierarkis dengan penalarannya yang deduktif dalam pembelajarannya menuntut
kegiatan mental yang relatif tinggi.
Pada
dasarnya tujuan belajar matematika yang sesuai dengan hakikat matematika merupakan
sasaran utama. Sedangkan peranan teori-teori belajar merupakan strategi
terhadap pemahaman matematika. Dengan demikian diharapkan bahwa matematika
dapat dipahami secara wajar sesuai dengan kemampuan anak. Jadi, perlu kita
sadari bahwa tujuan akhir dari belajar matematika adalah pemahaman terhadap
konsep-konsep matematika yang relatif abstrak. Sedangkan strategi teori-teori
belajar tentang pengalaman lingkungan dan manipulasi benda konkret hanyalah
sekedar jembatan dalam memahami konsep-konsep matematika tersebut yang pada
akhirnya tetap siswa harus belajar sesuai dengan hakikat matematika.
Dalam
hal membicarakan belajar matematika tidak bisa terlepas dari membicarakan
mengajar matematika. Sebaliknya apabila dikatakan mengajar tentu ada subjek
yang diberikan pelajaran. Proses pembelajaran ini bisa saja tidak langsung
bertatap muka antara guru yang mengajar dengan siswa yang belajar, misalnya
melalui buku, modul, ataupun media elektronik.
Dalam
hal mengajar matematika pengajar harus menguasai matematika yang akan
diajarkannya. Namun, penguasaan terhadap bahan saja tidaklah cukup. Peserta
didik harus berpartisipasi secara aktif dengan kemampuan yang relatif
berbeda-beda. Pengajar matematika hendaknya berpedoman kepada bagaimana
mengajarkan matematika itu sesuai dengan kemampuan berpikir siswanya. Belajar
dan mengajar dapat dipandang sebagai sesuatu proses yang komprehensif, yang
harus diarahkan untuk kepentingan peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar