Kamis, 29 Desember 2016

Tunaganda



TUNAGANDA

A.      Pengertian Tunaganda
Peristilahan Anak Tunaganda
Istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak tunaganda :
Anak tunamajemuk
Anak cacat ganda
Anak cacat majemuk
Multiple handicaps
Multiple disabilities
Definisi anak tunaganda menurut beberapa ahli
1.      Menurut hukum di Amerika berdasarkan PL. 94-103
Definisi kelainan perkembangan secara ganda diperjelas antara lain :
a.    Mereka yang dikelompokkan ke dalam kelainan ganda antara lain tuna grahita, cerebral palsy, epilepsy.
b.    Mereka yang termasuk mempunyai kondisi lain yang bertendensi ke arah kelainan tuna grahita dengan kondisi-kondisi kelainan fungsi secara menyeluruh.
c.    Dimulai sebelum berumur 18 tahun.
d.   Kelainan terjadi secara terus menerus.
e.    Kelainan ganda merupakan kelainan substansi kemampuan seseorang untuk berfungsi secara normal dalam masyarakat.
2.      Menurut Walker (1975)
Tunaganda adalah :
a.    Seseorang dengan 2 hambatan masing-masing memerlukan layanan pendidikan khusus.
b.    Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda memerlukan layanan teknologi.
c.    Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda memerlukan modifikasi metode secara khusus.
3.      Menurut Departemen Amerika Serikat
Anak-anak yang tergolong tunaganda adalah anak-anak yang mempunyai masalah-masalah jasmani, mental, atau emosional yang sangat berat atau kombinasi dari beberapa masalah tersebut sehingga agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal memerlukan pelayanan pendidikan sosial, psikologi, dan medis yang melebihi pelayanan program pendidikan luar biasa secara umum (Heward dan Orlansky,1988, p:370).
4.      Menurut Johnston dan Magrab
Tunaganda adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang memiliki hambatan-hambatan perkembangan neorologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa atau hubungan pribadi masyarakat.
5.      Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tunaganda (double handicap atau multiple handicap) adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius, sehingga dia tidak hanya dapat diatasi dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melainkan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.
Dari beberapa pengertian yang telah diungkapkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tunaganda adalah anak-anak yang mempunyai masalah-masalah jasmani, mental atau emosional yang sangat berat atau kombinasi dari berbagai masalah, memerlukan pelayanan pendidikan, sosial, psikologis dan medis yang melebihi pelayanan program pendidikan luar biasa reguler, agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal sehingga berguna dalam partisipasi di masyarakat dan dapat memenuhi kebutuhan sendiri.

B.       Klasifikasi Tunaganda
  • Tunanetra-tunawicara.
  • Tunanetra-tunarungu.
  • Tunanetra-tunadaksa.
  • Tunanetra-tunagrahita.
  • Tunanetra-tunalaras.
  • Tunanetra-kesulitan belajar khusus
Dari sekian banyak kemungkinan kombinasi kelainan, ada beberapa kombinasi yang paling sering muncul dibandingkan kombinasi kelainan-kelainan yang lainnya, yaitu:
1.      Kelainan Utama Tunagrahita
a)         Tunagrahita dengan Cerebral Palsy (CP)
Terdapat suatu kecenderungan untuk mengasumsikan bahwa anak-anak cerebral palsy (CP) anak-anak tungrahita. Adapun penyebab terjadinya tunagrahita karena faktor genetik atau faktor lingkungan sehingga adanya kerusakan pada sistem syaraf pusat yang dapat menyebabkan rusaknya cerebral cortex sehingga menimbulkan tunagrahita. Namun demikian, hubungan tersebut tidak berlaku secara umum. Sebagai contoh, hasil-hasil penelitian yang dilakukan Holdman dan Freedheim terhadap seribu kasus klinik mediknya, hanya dijumpai 59% dari anak-anak CP yang dites adalah anak-anak tunagrahita (Kirk dan Gallagher, 1988).
Melakukan diagnosis untuk menentukan apakah seorang anak adalah tunagrahita diantara anak-anak CP dengan tes inteligensi yang baku adalah sangat sulit untuk dipercaya. Seringkali kurangnya kemampuan dalam berbicara dan lemahnya kontrol terhadap gerak-gerak spastik pada anak-anak CP memberikan kesan bahwa anak-anak tersebut adalah anak-anak tunagrahita. Pada kenyataannya, sebenarnya hanya sedikit terdapat hubungan langsung antara tingkat gangguan fisik dengan inteligensi pada anak-anak CP. Apabila setelah melalui pengajaran yang tepat beberapa waktu lamanya seorang anak relatif tidak memperoleh kemajuan apa-apa, maka diagnosis yang mengatakan bahwa anak tersebut mengalami tunagrahita adalah tepat.
b)        Tunagrahita dan tunarungu
Anak-anak tunarungu mengalami berbagai masalah dalam perkembangan bahasa dan komunikasi. Sementara pada anak tunagrahita mengalami kelambanan dan keterlambatan dalam belajar. Pada anak tunaganda hal tersebut mungkin saja dapat terjadi, ia mengalami tunagrahita yang sekaligus tunarungu. Karena terdapatnya kombinasi tersebut anak tunganda memerlukan pelayanan yang lebih banyak daripada anak-anak yang mengalami tunagrahita dan tunarungu saja. Diperkirakan bahwa antara 10%-15% anak di sekolah tunagrahita adalah anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran dan dalam persentase yang sama anak-anak di sekolah tunarungu adalah anak-anak tunagrahita.
c)         Tunagrahita dan masalah-masalah perilaku
Telah diketahui terdapat hubungan antara tunagrahita dengan gangguan emosional. Biasanya hubungan ini terjadi pada anak yang mengalami tunagrahita berat. Adanya gejala-gejala bahwa tunagrahita yang cukup kuat dan nyata menyertai atau bersama dengan gangguan emosional cenderung untuk diabaikan atau dikesampingkan. Ini berarti bahwa bagi anak-anak retardasi mental, mereka tidak disarankan untuk memperoleh pelayanan psikoterapi atau terapi perilaku, padahal perilaku-perilaku yang aneh pada anak adalah merupakan gejala tunagrahita berat atau sangat berat.
2.      Kelainan Utama Adalah Gangguan Perilaku
a)         Autisme
Autisme adalah suatu istilah atau nama yang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang aneh atau ganjil dan kelambatan perkembangan sosial dan komunikasi yang berat (Krik&Gallagher,1986:p 427). Anak yang mengalami autisme sulit melakukan kontak mata dengan orang lain sehingga memberikan kesan tidak peduli terhadap orang di sekitarnya. Kelainan utama pada anak autistik adalah dalam hal komunikasi verbal. Mereka sering mengulang kata-kata (echolalia) dan melakukan perbuatan yang selalu sama, rutin dan dalam pola yang tertentu dan teratur. Apabila kegiatannya tersebut mengalami hambatan atau perubahan, maka mereka akan berperilaku aneh serta berteriak-teriak, berjalan mondar-mandir sambil menendang atau membenturkan kepalanya ke tembok. Kondisi ini juga sering terjadi apabila anak dalam keadaan tegang, senang atau berada di tempat yang asing (Rini Puspitaningrum,1992:p.4-7).
b)        Kombinasi Gangguan Perilaku dan Pendengaran
Memperkirakan secara pasti tentang berapa jumlah anak yang mempunyai gangguan emosional perilaku dan yang sekaligus gangguan pendengaran adalah hal yang sangat sulit. Hal ini sangat bergantung pada kriteria yang digunakan untuk menentukan seberapa besar gangguan emosional dan tingkat keparahan hilangnya pendengaran. Althshuler memperkirakan bahwa antara satu sampai dengan tiga dari 10 anak tunarungu anak anak yang memiliki masalah emosional (Kirk dan Gallagher,1986:p.427).
Para ahli yang konsisten memberikan pelayanan kepada anak-anak yang mempunyai gangguan emosional dan yang sekaligus tuli, cenderung memakai klasifikasi kondisi anak-anak itu sebagai kondisi yang ringan, sedang dan berat. Anak-anak yang termasuk kondisi berat telah mereka pindahkan dari sekolah-sekolah untuk anak tunarungu karena guru-guru mereka merasa`tidak mampu menangani perilakunya yang aneh.
3.      Kelainan utama tunarungu dan tunanetra
Anak buta-tuli adalah seorang anak yang memiliki gangguan penglihatan dan pendengaran, suatu gabungan yang menyebabkan problema komunikasi dan problema perkembangan pendidikan lainnya yang berat sehingga tidak dapat diberikan program pelayanan pendidikan baik di sekolah yang melayani untuk anak-anak tuli maupun di sekolah yang melayani untuk anak-anak buta. Namun demikian, bukan berarti anak buta-tuli harus dirampas haknya untuk mendapatkan layanan pendidikan. Dengan penanganan yang baik dan tepat, anak-anak buta-tuli masih bisa dididik dan berhasil. Contoh orang semacam ini adalah Helen Keller. Atas bantuan Anne Sulivan sebagai tutornya yang selalu mendampinginya dengan penuh ketekunan, Keller belajar bicara dan berkomunikasi serta memperoleh prestasi akademik yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak yang tergolong tunaganda memiliki lebih dari satu ketidakmampuan. Walaupun dengan metode diagnosis yang paling baik sekalipun, masih sering mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan sifat dan beratnya ketunagandaan yang dialami anak dan menentukan bagaimana kombinasi ketidakmampuan itu berpengaruh terhadap perilaku anak. Misalnya, banyak anak yang tergolong tunaganda tidak merespon terhadap rangsangan pada saat diobservasi, seperti terhadap cahaya yang terang atau terhadap benda-benda yang berat. Sulit ditentukan apakah anak tersebut mempunyai gangguan penglihatan ataukah ia dapat melihat tetapi tidak mampu merespon karena adanya kerusakan pada otak? Seringkali pertanyaan semacam ini timbul dalam merencanakan program pendidikan bagi anak-anak yang tergolong tunaganda dalam semua tipe. Anak-anak yang tergolong tunaganda seringkali memiliki kombinasi-kombinasi ketidakmampuan yang tampak nyata maupun yang tidak begitu nyata dan keduanya memerlukan penambahan-penambahan atau penyesuaian-penyesuaian khusus dalam pendidikan mereka. Melalui program pengajaran yang sesuai memungkinkan mereka dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna, bermakna, dan memuaskan pribadinya.
C.      Penyebab Tunaganda
Anak tunaganda disebabkan oleh faktor yang variatif, yang dapat terjadi pada saat sebelum kelahiran, saat kelahiran, atau setelah kelahiran.
  1. Faktor Prenatal : ketidaknormalan kromosom komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan, ketidakcocokan Rh , keracunan, infeksi pada ibu, kekurangan gizi ibu yang sedang mengadung, terlalu banyak mengkonsumsi obat dan alkohol, ibu yang mengandung menderita penyakit kronis, dan lain-lain.
2.      Faktor Natal : kelahiran prematur, kekurangan oksigen pada saat kelahiran, luka pada otak saat kelahiran, proses persalinan yang menghabiskan waktu yang lama sehingga kehabisan cairan, persalinan yang dibantu dengan menggunakan alat sehingga terdapat syaraf yang terganggu.
3.      Faktor eksternal : dalam perkembangan hidupnya kepala mengalami kecelakaan kendaraan, keracunan, jatuh, mendapat pukulan atau siksaan, mengalami sakit parah atau kronis, atau karena salah mengonsumsi obat.
  1. Nutrisi yang salah: anak tidak dirawat dengan baik, keracunan makanan atau penyakit tertentu yang sama, sehingga dapat berpengaruh terhadap otak (meningitis atau encephalitis).
D.      Karakteristik Tunaganda
Ciri-ciri anak tunaganda dibagi menjadi 2, yaitu ciri-ciri secara umum dan khusus.
1.      Ciri-ciri secara umum
·      Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi
Hampir semua anak yang tergolong tunaganda memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam mengekspresikan atau mengerti orang lain. Banyak diantara mereka yang tidak dapat bicara atau apabila ada komunikasi mereka tidak dapat memberikan respon. Ini menyebabkan pelayanan pendidikan atau interaksi sosial menjadi sulit sekali. Anak-anak semacam ini tidak dapat melakukan tugas walaupun tugas yang paling sederhana sekalipun.
·      Perkembangan motorik dan fisiknya terlambat
Sebagian besar anak tunaganda mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisik. Banyak yang tidak dapat berjalan, bahkan untuk duduk dengan sendiri. Mereka berpenampilan lamban dalam meraih benda-benda atau dalam mempertahankan kepalanya agar tetap tegak dan seringkali mereka hanya berbaring di atas tempat tidur.
·      Seringkali menunjukan perilaku yang aneh dan tidak bertujuan, misalnya menggosok-gosokkan jarinya ke wajah, melukai diri (misalnya membenturkan kepala, mencabuti rambut dan sebagainya) dan karena seringnya, kejadian ini sangat mengganggu pengajaran atau interaksi sosialnya.
·      Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri
Sering kali mereka tidak mampu mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan, berpakaian, mengontrol dalam hal buang air kecil, dan kebersihan diri sendiri. Ini memerlukan latihan-latihan khusus dalam mempelajari keterampilan-keterampilan dasar ini.
·      Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya kostruktif
Secara umum, anak-anak yang sehat dan anak-anak yang tergolong cacat senang akan bermain dengan anak-anak yang lain, berinteraksi dengan orang dewasa, dan ada usaha mencari informasi mengenai dunia sekitarnya. Namun demikian, anak-anak yang tergolong tunaganda tampaknya sangat jauh dari dunia kenyataan dan tidak memperlihatkan emosi-emosi manusia yang normal. Sangat sukar untuk menimbulkan perhatian pada anak-anak yang tergolong tunaganda atau untuk menimbulkan respon-respon yang dapat diobservasi (Heward & Orlansky, 1988,p:372).
·      Kecenderungan lupa akan keterampilan yang sudah dikuasai 
·      Memiliki masalah dalam megeneralisasikan keterampilan dari suatu situasi ke situasi lainnya.
2.      Ciri-ciri secara khusus
·      Memiliki ketunaan lebih dari satu jenis. Misal : tunanetra dan tunagrahita, tunanetra dan tunagrahita, tunanetra dan tunarungu-wicara, tunanetra dan tunadaksa dan tunagrahita, dan lain-lain.
·      Ketidakmampuan anak akan semakin parah atau semakin banyak bila tidak cepat mendapatkan bantuan. Hal ini disebabkan kegandaannya yang tidak cepat mendapatkan bantuan.
·      Sulit untuk mengadakan evaluasi karena keragaman kegandaannya.
·      Membutuhkan instruksi atau pemberitahuan yang sangat terperinci.
·      Tidak menyamaratakan pendidikan tunaganda yang satu dengan yang lain walau mempunyai kegandaan yang sama.
Di balik keterbatasan-keterbatasan di atas, sebenarnya anak-anak tunaganda juga mempunyai ciri-ciri positif yang cukup banyak, seperti kondisi yang ramah dan hangat, keras hati, ketetapan hati, rasa humor, dan suka bergaul. Banyak guru yang memperoleh kepuasan dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak.
E.       Alat Pendidikan Bagi Tunaganda
1.         Alat Bantu pendidikan bagi anak low vision terdiri dari:
·           Alat Bantu Optik : Kaca mata, Kaca mata perbesaran, Hand magnifier / kaca pembesar
·           Alat Bantu : Kertas bergaris besar, Spidol hitam, Lampu meja, Penyangga buku
·           Alat Peraga : Gambar yang diperbesar, Benda asli yang diawetkan, Patung / benda model tiruan
2.         Alat pendidikan bagi anak tunagrahita antara lain :
·           Warna. Tidak terlalu menyolok
·           Garis dan bentuk tidak boleh abstrak
3.         Alat pendidikan bagi anak tunadaksa meliputi :
·           Kursi Roda (Wheel Chair)
Kursi roda digunakan pada anak tunadaksa yang betul-betul mengalami lemah otot kaki dan perut yang tidak ada kemungkinan untuk dilatih berdiri atau berjalan. Tujuan pemakaian kursi roda adalah untuk:
a.              Membantu mobilisasi
b.             Membantu melaksanakan kegiatan sehari-hari
c.              Memperlancar komunikasi
·           Crutch
Dalam berjalan menggunakan crutch diperlukan otot-otot tangan yang kuat untuk menyangga berat badan, karena berat badan ditekankan pada pegangan crutch yaitu di telapak tangan jangan di ketiak karena otot-otot bahu menjadi cepat besar.
·           Alat-Alat Tulis Moodifikasi
Alat-alat tulis yang pegangannya diperbesar (dibungkus dengan karet atau sapu tangan) agar mudah dipegang oleh anak cerebral palsy. Adapun head pointer, adalah alat menulis yang dipakai di kepala, jadi menulisnya dengan gerakan kepala. Diperuntukkan bagi anak yang tidak punya tangan.
·           Alat-Alat Makan Modifikasi
Sendok modifikasi, pegangan sendoknya diperbesar atau dibungkus dengan karet/sapu tangan agar mudah dipegang. Ujung sendoknya dibengkokkan ke arah mulut agar tinggal mendorong maju untuk memudahkan gerakan menyuap. Piring modifikasi, piringnya dipasang pembatas agar nasi tidak berceceran ke luar pada saat disendok. Cangkir modifikasi, lubang cangkirnya dibuat lebih besar agar mudah dipegang.

F.       Hambatan dan Dampak Tunaganda
a.         Hambatan dalam mendidik penyandang tunaganda adalah:
·      Anak tunaganda sulit memahami apa yang dikatakan oleh pendidik.
·      Tenaga pendidik membutuhkan banyak alat bantu. Misalnya: gambar dan simbol-simbol.
·      Pendidik mengalami kesulitan dalam pengawasan anak tunaganda karena sifatnya yang maunya sendiri.
·      Karena gaya belajarnya secara kontekstual, pendidik diharuskan memberi pengajaran secara mendetail. Misalnya: menunjukkan apa itu pisang, mulai dari bentuk, warna, pohon, daun, dan batang buah hingga cara bagaimana pemanfaatannya.
b.         Dampak tunaganda
·      Dampak bagi anak
Dampak ini merupakan gabungan dari keluarbiasaan lebih dari satu aspek. Seperti dampak tunarungu akan mendapat hambatan dalam berkomunikasi ditambah dengan tunagrahita akan sulit dalam mengembangkan keterampilan hidup sehari-hari atau menolong diri sendiri.
·      Dampak bagi keluarga
Ada orang tua yang sangat pasrah menerima kenyataan yang dihadapi, namun tidak jarang yang merasa terpukul dan tentu saja ada yang sangat tidak peduli. Reaksi/sikap keluarga terhadap keluarbiasaan yang menimpa salah satu anggota keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya tingkat pendidikan latar belakang budaya, status social ekonomi keluarga, dan tingkat keluarbiasaannya.
·      Dampak bagi masyarakat
Sikap masyarakat mungkin sangat bervariasi tergantung dari latar belakang social budaya dan pendidikan. Ada masyarakat yang ikut bersimpati bahkan ikut membantu menyediakan berbagai fasilitas, ada yang bersikap acuh tak acuh, bahkan tidak jarang ada yang bersikap antipasti sehingga melarang anaknya bergaul atau berteman dengan ABK.

G.      Model dan Layanan Pendidikan Bagi Anak Tunaganda
Pada masa lalu, tunaganda secara rutin dipisahkan dari sekolah regular, bahkan sekolah Khusus. Namun sejak tahun 1980-an layanan pendidikan bagi anak tunaganda semakin mendapat perhatian di tengah-tengah masyarakat, dengan mendirikan sekolah-sekolah khusus. Demikian juga program-program pendidikan bagi anak tunaganda semakin dikembangkan untuk anak usia sedini mungkin. Setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan untuk meningkatkan kemandirian anak. Untuk menjaga efektivitas program pendidikan, maka program seharusnya mengakses empat bidang utama, yaitu bidang domestik, rekreasional, kemasyarakatan, dan vokasional. Hasil asesmen ini mungkin dapat membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih fungsional. Sementara itu dengan pengajaran seharusnya mencakup, diantaranya: ekspresi pilihan, komunikasi, pengembangan keterampilan fungsional, dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usianya, menyadari akan kondisi objektif anak-anak tunaganda, maka pendekatan multidisipliner adalah penting. Oleh karena itu orang-orang yang sesuai dalam mengatasi anak tunaganda, seperti terapis bicara dan bahasa, terapis fisik dan okupasional seharusnya bekerjasama dengan guru-guru kelas, guru-guru khusus dan orangtua, karena perlajuan yang lebih cocok untuk mengatasi anak-anak tunaganda berkenaan dengan masalah ketererampilan adalah memberikan layanan yang terbaik daripada yang diberikan ditempat terapi yang terpisah. Untuk dapat menjamin kemandirian anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu didukung dengan penataan kelas yang sesuai, alat bantu dalam meningkatan keterampilan fungsionalnya.
Integrasi dengan anak seusia merupakan komponen lainnya yang penting. Menghadiri sekolah regular dan berpartisipasi dalam kegiatan yang sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan, di samping dapat mendorong adanya perubahan sikap yang lebih positif.
Tempat pendidikan Anak Tunaganda :
·           SLB /G kota Bandung
·           SDLB N Temanggung
·           SLB C/G YBS Karanganyar, Jawa Tengah
·           SLBN Bantul, Dearah lstimewa Yogyakarta
·           SLB G Daya Ananda kalasan, Sleman
·           SLB G Karya Mulia Wonokromo, Surabaya
·           SLB/G PGRI Dlanggu
·           SLB – 2 Pembina Tingkat Prop. Kalimantan Tengah
·           SLB YPAC Cabang Manado, Sulawesi Utara
·           SDLB Minassate, Pangkep, Sulawesi selatan
·           SLB /G Rawinala, Jakarta
Layanan Pendidikan Gangguan Penglihatan dengan Gangguan Intelektual
            Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita-tunanetra lebih diarahkan pada pendekatan individual dan pendekatan remediatif. Pendekatan individual  didasarkan pada assesment kemampuan untuk mengembangkan sisa potensi yang ada dalam dirinya. Tujuan utama layanan pendidikan bagi anak tunagrahita adalah penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai kemampuannnya.
Layanan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita meliputi latihan sensomotorik, terapi bermain dan okupasi, dan latihan mengurus diri sendiri. Pendekatan pembelajaran dilakukan secara individual dan remediatif. Perkembangan kemampuan anak berdasarkan tingkat kemampuan kognitifnya. Anak yang ber IQ 55 - 70   berbeda dengan yang ber IQ 35 – 55. Sehingga dalam sebaran IQ tersebut juga  berbeda dalam layanan masing-masing.
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:
1.        Sekolah Khusus
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita-tunanetra model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus.
2.        Program sekolah di rumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita-tunanetra yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksankan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
3.        Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :
·           Pengenalan diri
·           Sensorimotor dan persepsi
·           Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
·           Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
·           Bina diri dan kemampuan sosial

Pelayanan pendidikan gangguan penglihatan yang disertai gangguan fisik dan motorik
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunadaksa-tunanetra adalah pada bina gerak. Untuk memberikan layanan bina gerak yang tepat diperlukan dukungan terapi, khususnya fisioterapi untuk memulihkan kondisi otot dan tulang anak agar tidak semakin menurun kemampuannnya. Selain itu dukungan untuk bina diri diperlukan terapi okupasi dan bermain. layanan pendidikan bagi anak tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:
·         Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa
·         Program pendidikan sekolah
·         Layanan bimbingan dan konseling
Pelayanan pendidikan bagi anak tunadaksa-tunanetra diberikan pada:
1.        Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah.
2.        Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk anak tunanetra, SLB-B untuk anak tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita, SLB-D untuk anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak tunalaras, serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.

H.           Kondisi Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Bagi Tunaganda di Indonesia dan Banten Khususnya
Prevalensia Anak Tunaganda
Mengingat belum ada defininsi yang dapat diterima secara umum tentang anak tunaganda, maka tidak ada gambaran yang akurat tentang prevalensi anak tunaganda. jika menggunakan analog di Amerika Serikat, maka jumlah anak tunaganda berkisar sekitar 0,05% sampai dengan 0,1% dari populasi usia sebaya. Berdasarkan asumsi bahwa jumlah anak tunaganda di Indonesia proporsinya sama dengan yang di Amerika Serikat, maka jumlah anak-anak usia sekolah di Indonesia yang sekitar 60 juta orang, maka anak tunaganda Indonesia sekitar 99.000 anak sampai 110.000 anak.
Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia Diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus. “Apabila ditambah dengan anak-anak yang menggunakan kacamata, jumlahnya akan lebih banyak lagi,” ungkap Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD dalam pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta di gedung senat perguruan tinggi itu, Kamis (28/5). Secara global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau sekitar 7% populasi dunia, kurang lebih 80 juta di antaranya membutuhkan rehabilitasi. Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen mempunyai akses pelayanan.
Selain itu, ia menambahkan, sampai saat ini terjadi keterbatasan dan belum disediakannya fasilitas khusus seperti jalan yang bisa dilalui kursi roda, jalan yang aman bagi anak dengan serebral palsi, jalan yang dibuat khusus bagi anak tuna netra hingga bisa mandiri sampai tujuan. Demikian juga fasilitas kesehatan, masih sukar dicapai para penyandang cacat, di samping petugas kurang tanggap. Sunartini mengatakan, menghadapi terjadinya anak berkebutuhan khusus karena penyimpangan perkembangan otak, langkah yang paling tepat adalah mengenali atau mendeteksi dini kelainan yang ada, baik oleh penolong persalinan, tenaga kesehatan, serta masyarakat, terutama orangtua dan keluarganya. Setelah itu, diikuti penanganan atau intervensi dini, baik secara promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.


DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:
PT Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar