TUNAGANDA
A.
Pengertian Tunaganda
Peristilahan Anak Tunaganda
Istilah lain yang digunakan untuk
menyebut anak tunaganda :
Anak tunamajemuk
Anak cacat ganda
Anak cacat majemuk
Multiple handicaps
Multiple disabilities
Definisi
anak tunaganda menurut beberapa ahli
1.
Menurut hukum di Amerika berdasarkan PL.
94-103
Definisi kelainan
perkembangan secara ganda diperjelas antara lain :
a. Mereka
yang dikelompokkan ke dalam kelainan ganda antara lain tuna grahita, cerebral palsy, epilepsy.
b. Mereka
yang termasuk mempunyai kondisi lain yang bertendensi ke arah kelainan tuna
grahita dengan kondisi-kondisi kelainan fungsi secara menyeluruh.
c. Dimulai
sebelum berumur 18 tahun.
d. Kelainan
terjadi secara terus menerus.
e. Kelainan
ganda merupakan kelainan substansi kemampuan seseorang untuk berfungsi secara
normal dalam masyarakat.
2. Menurut
Walker (1975)
Tunaganda adalah :
a. Seseorang
dengan 2 hambatan masing-masing memerlukan layanan pendidikan khusus.
b. Seseorang
dengan hambatan-hambatan ganda memerlukan layanan teknologi.
c. Seseorang
dengan hambatan-hambatan ganda memerlukan modifikasi metode secara khusus.
3.
Menurut
Departemen Amerika Serikat
Anak-anak yang tergolong tunaganda
adalah anak-anak yang mempunyai masalah-masalah jasmani, mental, atau emosional
yang sangat berat atau kombinasi dari beberapa masalah tersebut sehingga agar
potensi mereka dapat berkembang secara maksimal memerlukan pelayanan pendidikan
sosial, psikologi, dan medis yang melebihi pelayanan program pendidikan luar
biasa secara umum (Heward dan Orlansky,1988, p:370).
4.
Menurut
Johnston dan Magrab
Tunaganda adalah mereka yang
mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang memiliki
hambatan-hambatan perkembangan neorologis yang disebabkan oleh satu atau dua
kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa atau
hubungan pribadi masyarakat.
5.
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tunaganda (double handicap atau multiple handicap) adalah anak
yang memiliki
kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan
adanya masalah pendidikan yang serius, sehingga dia tidak hanya dapat diatasi dengan suatu
program pendidikan khusus untuk satu
kelainan saja, melainkan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai
kelainan yang dimiliki.
Dari beberapa
pengertian yang telah diungkapkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
tunaganda adalah anak-anak yang mempunyai masalah-masalah jasmani, mental atau
emosional yang sangat berat atau kombinasi dari berbagai masalah, memerlukan
pelayanan pendidikan, sosial, psikologis dan medis yang melebihi pelayanan
program pendidikan luar biasa reguler, agar potensi mereka dapat berkembang
secara maksimal sehingga berguna dalam partisipasi di masyarakat dan dapat
memenuhi kebutuhan sendiri.
B.
Klasifikasi Tunaganda
- Tunanetra-tunawicara.
- Tunanetra-tunarungu.
- Tunanetra-tunadaksa.
- Tunanetra-tunagrahita.
- Tunanetra-tunalaras.
- Tunanetra-kesulitan belajar khusus
Dari sekian banyak kemungkinan kombinasi kelainan, ada
beberapa kombinasi yang paling sering muncul dibandingkan kombinasi
kelainan-kelainan yang lainnya, yaitu:
1. Kelainan Utama Tunagrahita
a)
Tunagrahita
dengan Cerebral Palsy (CP)
Terdapat
suatu kecenderungan untuk mengasumsikan bahwa anak-anak cerebral palsy (CP) anak-anak tungrahita. Adapun penyebab
terjadinya tunagrahita karena faktor genetik atau faktor lingkungan sehingga
adanya kerusakan pada sistem syaraf pusat yang dapat menyebabkan rusaknya cerebral cortex sehingga menimbulkan
tunagrahita. Namun demikian, hubungan tersebut tidak berlaku
secara umum. Sebagai contoh, hasil-hasil penelitian yang dilakukan Holdman dan
Freedheim terhadap seribu kasus klinik mediknya, hanya dijumpai 59% dari
anak-anak CP yang dites adalah anak-anak tunagrahita (Kirk dan Gallagher,
1988).
Melakukan diagnosis untuk menentukan apakah seorang
anak adalah tunagrahita diantara anak-anak CP dengan tes inteligensi yang baku
adalah sangat sulit untuk dipercaya. Seringkali kurangnya kemampuan dalam
berbicara dan lemahnya kontrol terhadap gerak-gerak spastik pada anak-anak CP
memberikan kesan bahwa anak-anak tersebut adalah anak-anak tunagrahita. Pada
kenyataannya, sebenarnya hanya sedikit terdapat hubungan langsung antara
tingkat gangguan fisik dengan inteligensi pada anak-anak CP. Apabila setelah
melalui pengajaran yang tepat beberapa waktu lamanya seorang anak relatif tidak
memperoleh kemajuan apa-apa, maka diagnosis yang mengatakan bahwa anak tersebut
mengalami tunagrahita adalah tepat.
b)
Tunagrahita
dan tunarungu
Anak-anak
tunarungu mengalami berbagai masalah dalam perkembangan bahasa dan komunikasi.
Sementara pada anak tunagrahita mengalami kelambanan dan keterlambatan dalam
belajar. Pada anak tunaganda hal tersebut mungkin saja dapat terjadi, ia
mengalami tunagrahita yang sekaligus tunarungu. Karena terdapatnya kombinasi
tersebut anak tunganda memerlukan pelayanan yang lebih banyak daripada
anak-anak yang mengalami tunagrahita dan tunarungu saja. Diperkirakan
bahwa antara 10%-15% anak di sekolah tunagrahita adalah anak-anak yang
mengalami gangguan pendengaran dan dalam persentase yang sama anak-anak di
sekolah tunarungu adalah anak-anak tunagrahita.
c)
Tunagrahita
dan masalah-masalah perilaku
Telah diketahui terdapat hubungan
antara tunagrahita dengan gangguan emosional. Biasanya hubungan ini terjadi
pada anak yang mengalami tunagrahita berat. Adanya gejala-gejala bahwa
tunagrahita yang cukup kuat dan nyata menyertai atau bersama dengan gangguan
emosional cenderung untuk diabaikan atau dikesampingkan. Ini berarti bahwa bagi
anak-anak retardasi mental, mereka tidak disarankan untuk memperoleh pelayanan
psikoterapi atau terapi perilaku, padahal perilaku-perilaku yang aneh pada anak
adalah merupakan gejala tunagrahita berat atau sangat berat.
2. Kelainan
Utama Adalah Gangguan Perilaku
a)
Autisme
Autisme adalah suatu istilah atau nama yang
digunakan untuk menggambarkan perilaku yang aneh atau ganjil dan kelambatan
perkembangan sosial dan komunikasi yang berat (Krik&Gallagher,1986:p 427).
Anak yang mengalami autisme sulit melakukan kontak mata dengan orang lain
sehingga memberikan kesan tidak peduli terhadap orang di sekitarnya. Kelainan
utama pada anak autistik adalah dalam hal komunikasi verbal. Mereka sering
mengulang kata-kata (echolalia) dan
melakukan perbuatan yang selalu sama, rutin dan dalam pola yang tertentu dan
teratur. Apabila kegiatannya tersebut mengalami hambatan atau perubahan, maka
mereka akan berperilaku aneh serta berteriak-teriak, berjalan mondar-mandir
sambil menendang atau membenturkan kepalanya ke tembok. Kondisi ini juga sering
terjadi apabila anak dalam keadaan tegang, senang atau berada di tempat yang
asing (Rini Puspitaningrum,1992:p.4-7).
b)
Kombinasi Gangguan Perilaku dan
Pendengaran
Memperkirakan secara pasti tentang berapa jumlah
anak yang mempunyai gangguan emosional perilaku dan yang sekaligus gangguan
pendengaran adalah hal yang sangat sulit. Hal ini sangat bergantung pada
kriteria yang digunakan untuk menentukan seberapa besar gangguan emosional dan
tingkat keparahan hilangnya pendengaran. Althshuler memperkirakan bahwa antara
satu sampai dengan tiga dari 10 anak tunarungu anak anak yang memiliki masalah
emosional (Kirk dan Gallagher,1986:p.427).
Para ahli yang konsisten memberikan pelayanan kepada
anak-anak yang mempunyai gangguan emosional dan yang sekaligus tuli, cenderung
memakai klasifikasi kondisi anak-anak itu sebagai kondisi yang ringan, sedang
dan berat. Anak-anak yang termasuk kondisi berat telah mereka pindahkan dari
sekolah-sekolah untuk anak tunarungu karena guru-guru mereka merasa`tidak mampu
menangani perilakunya yang aneh.
3. Kelainan utama tunarungu dan
tunanetra
Anak buta-tuli adalah seorang anak yang memiliki
gangguan penglihatan dan pendengaran, suatu gabungan yang menyebabkan problema
komunikasi dan problema perkembangan pendidikan lainnya yang berat sehingga
tidak dapat diberikan program pelayanan pendidikan baik di sekolah yang
melayani untuk anak-anak tuli maupun di sekolah yang melayani untuk anak-anak
buta. Namun demikian, bukan berarti anak buta-tuli harus dirampas haknya untuk
mendapatkan layanan pendidikan. Dengan penanganan yang baik dan tepat,
anak-anak buta-tuli masih bisa dididik dan berhasil. Contoh orang semacam ini
adalah Helen Keller. Atas bantuan Anne Sulivan sebagai tutornya yang selalu
mendampinginya dengan penuh ketekunan, Keller belajar bicara dan berkomunikasi
serta memperoleh prestasi akademik yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar anak yang tergolong tunaganda memiliki lebih
dari satu ketidakmampuan. Walaupun dengan metode diagnosis yang paling baik
sekalipun, masih sering mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan sifat dan
beratnya ketunagandaan yang dialami anak dan menentukan bagaimana kombinasi
ketidakmampuan itu berpengaruh terhadap perilaku anak. Misalnya, banyak anak
yang tergolong tunaganda tidak merespon terhadap rangsangan pada saat
diobservasi, seperti terhadap cahaya yang terang atau terhadap benda-benda yang
berat. Sulit ditentukan apakah anak tersebut mempunyai gangguan penglihatan
ataukah ia dapat melihat tetapi tidak mampu merespon karena adanya kerusakan
pada otak? Seringkali pertanyaan semacam ini timbul dalam merencanakan program
pendidikan bagi anak-anak yang tergolong tunaganda dalam semua tipe. Anak-anak
yang tergolong tunaganda seringkali memiliki kombinasi-kombinasi ketidakmampuan
yang tampak nyata maupun yang tidak begitu nyata dan keduanya memerlukan
penambahan-penambahan atau penyesuaian-penyesuaian khusus dalam pendidikan
mereka. Melalui program pengajaran yang sesuai memungkinkan mereka dapat
melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna, bermakna, dan memuaskan pribadinya.
C.
Penyebab Tunaganda
Anak
tunaganda disebabkan oleh faktor yang variatif, yang dapat terjadi pada saat
sebelum kelahiran, saat kelahiran, atau setelah kelahiran.
- Faktor Prenatal : ketidaknormalan kromosom komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan, ketidakcocokan Rh , keracunan, infeksi pada ibu, kekurangan gizi ibu yang sedang mengadung, terlalu banyak mengkonsumsi obat dan alkohol, ibu yang mengandung menderita penyakit kronis, dan lain-lain.
2. Faktor Natal : kelahiran prematur, kekurangan
oksigen pada saat kelahiran, luka pada otak saat kelahiran, proses persalinan
yang menghabiskan waktu yang lama sehingga kehabisan cairan, persalinan yang
dibantu dengan menggunakan alat sehingga terdapat syaraf yang terganggu.
3. Faktor eksternal : dalam perkembangan hidupnya
kepala mengalami kecelakaan kendaraan, keracunan, jatuh, mendapat pukulan
atau siksaan, mengalami sakit parah atau kronis, atau karena salah
mengonsumsi obat.
- Nutrisi yang salah: anak tidak dirawat dengan baik, keracunan makanan atau penyakit tertentu yang sama, sehingga dapat berpengaruh terhadap otak (meningitis atau encephalitis).
D.
Karakteristik Tunaganda
Ciri-ciri anak tunaganda dibagi
menjadi 2, yaitu ciri-ciri secara umum dan khusus.
1.
Ciri-ciri
secara umum
· Kurang komunikasi atau sama sekali
tidak dapat berkomunikasi
Hampir semua anak yang tergolong
tunaganda memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam mengekspresikan atau
mengerti orang lain. Banyak diantara mereka yang tidak dapat bicara atau
apabila ada komunikasi mereka tidak dapat memberikan respon. Ini menyebabkan
pelayanan pendidikan atau interaksi sosial menjadi sulit sekali. Anak-anak
semacam ini tidak dapat melakukan tugas walaupun tugas yang paling sederhana
sekalipun.
· Perkembangan motorik dan fisiknya terlambat
Sebagian besar anak tunaganda
mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisik. Banyak yang tidak dapat berjalan,
bahkan untuk duduk dengan sendiri. Mereka berpenampilan lamban dalam meraih
benda-benda atau dalam mempertahankan kepalanya agar tetap tegak dan seringkali
mereka hanya berbaring di atas tempat tidur.
· Seringkali menunjukan perilaku yang
aneh dan tidak bertujuan, misalnya menggosok-gosokkan jarinya
ke wajah, melukai diri (misalnya membenturkan kepala, mencabuti rambut dan
sebagainya) dan karena seringnya, kejadian ini sangat mengganggu pengajaran
atau interaksi sosialnya.
· Kurang dalam keterampilan menolong
diri sendiri
Sering kali mereka tidak mampu
mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan, berpakaian, mengontrol
dalam hal buang air kecil, dan kebersihan diri sendiri. Ini memerlukan
latihan-latihan khusus dalam mempelajari keterampilan-keterampilan dasar ini.
· Jarang berperilaku dan berinteraksi
yang sifatnya kostruktif
Secara umum, anak-anak yang sehat
dan anak-anak yang tergolong cacat senang akan bermain dengan anak-anak yang
lain, berinteraksi dengan orang dewasa, dan ada usaha mencari informasi
mengenai dunia sekitarnya. Namun demikian, anak-anak yang tergolong tunaganda
tampaknya sangat jauh dari dunia kenyataan dan tidak memperlihatkan emosi-emosi
manusia yang normal. Sangat sukar untuk menimbulkan perhatian pada anak-anak
yang tergolong tunaganda atau untuk menimbulkan respon-respon yang dapat
diobservasi (Heward & Orlansky, 1988,p:372).
· Kecenderungan lupa akan keterampilan
yang sudah dikuasai
· Memiliki masalah dalam
megeneralisasikan keterampilan dari suatu situasi ke situasi lainnya.
2. Ciri-ciri secara khusus
· Memiliki ketunaan lebih dari satu
jenis. Misal : tunanetra dan tunagrahita, tunanetra dan tunagrahita, tunanetra
dan tunarungu-wicara, tunanetra dan tunadaksa dan tunagrahita, dan lain-lain.
· Ketidakmampuan anak akan semakin
parah atau semakin banyak bila tidak cepat mendapatkan bantuan. Hal ini
disebabkan kegandaannya yang tidak cepat mendapatkan bantuan.
· Sulit untuk mengadakan evaluasi
karena keragaman kegandaannya.
· Membutuhkan instruksi atau
pemberitahuan yang sangat terperinci.
· Tidak menyamaratakan pendidikan
tunaganda yang satu dengan yang lain walau mempunyai kegandaan yang sama.
Di balik
keterbatasan-keterbatasan di atas, sebenarnya anak-anak tunaganda juga
mempunyai ciri-ciri positif yang cukup banyak, seperti kondisi yang ramah dan
hangat, keras hati, ketetapan hati, rasa humor, dan suka bergaul. Banyak guru
yang memperoleh kepuasan dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak.
E.
Alat Pendidikan Bagi Tunaganda
1.
Alat Bantu pendidikan bagi anak low vision terdiri dari:
·
Alat Bantu Optik : Kaca mata, Kaca mata perbesaran, Hand magnifier
/ kaca pembesar
·
Alat Bantu : Kertas bergaris besar, Spidol hitam, Lampu meja, Penyangga
buku
·
Alat Peraga : Gambar yang diperbesar, Benda asli yang diawetkan, Patung
/ benda model tiruan
2.
Alat pendidikan bagi anak
tunagrahita antara lain :
·
Warna. Tidak terlalu
menyolok
·
Garis dan bentuk tidak
boleh abstrak
3.
Alat pendidikan bagi anak tunadaksa meliputi
:
·
Kursi Roda (Wheel Chair)
Kursi roda digunakan
pada anak tunadaksa yang betul-betul mengalami lemah otot kaki dan perut yang
tidak ada kemungkinan untuk dilatih berdiri atau berjalan. Tujuan pemakaian
kursi roda adalah untuk:
a.
Membantu mobilisasi
b.
Membantu melaksanakan kegiatan
sehari-hari
c.
Memperlancar komunikasi
·
Crutch
Dalam berjalan menggunakan crutch diperlukan
otot-otot tangan yang kuat untuk menyangga berat badan, karena berat badan
ditekankan pada pegangan crutch yaitu di telapak tangan jangan di ketiak karena
otot-otot bahu menjadi cepat besar.
·
Alat-Alat Tulis Moodifikasi
Alat-alat tulis yang pegangannya diperbesar
(dibungkus dengan karet atau sapu tangan) agar mudah dipegang oleh anak cerebral palsy. Adapun head pointer, adalah alat menulis yang
dipakai di kepala, jadi menulisnya dengan gerakan kepala. Diperuntukkan bagi
anak yang tidak punya tangan.
·
Alat-Alat Makan Modifikasi
Sendok modifikasi, pegangan sendoknya diperbesar
atau dibungkus dengan karet/sapu tangan agar mudah dipegang. Ujung sendoknya
dibengkokkan ke arah mulut agar tinggal mendorong maju untuk memudahkan gerakan
menyuap. Piring modifikasi, piringnya dipasang pembatas agar nasi tidak
berceceran ke luar pada saat disendok. Cangkir modifikasi, lubang cangkirnya
dibuat lebih besar agar mudah dipegang.
F.
Hambatan dan Dampak Tunaganda
a.
Hambatan dalam mendidik penyandang
tunaganda adalah:
· Anak
tunaganda sulit memahami apa yang dikatakan oleh pendidik.
· Tenaga
pendidik membutuhkan banyak alat bantu. Misalnya: gambar dan simbol-simbol.
· Pendidik
mengalami kesulitan dalam pengawasan anak tunaganda karena sifatnya yang maunya
sendiri.
· Karena
gaya belajarnya secara kontekstual, pendidik diharuskan memberi pengajaran
secara mendetail. Misalnya: menunjukkan apa itu pisang, mulai dari bentuk, warna,
pohon, daun, dan batang buah hingga cara bagaimana pemanfaatannya.
b.
Dampak tunaganda
·
Dampak bagi anak
Dampak ini
merupakan gabungan dari keluarbiasaan lebih dari satu aspek. Seperti dampak
tunarungu akan mendapat hambatan dalam berkomunikasi ditambah dengan
tunagrahita akan sulit dalam mengembangkan keterampilan hidup sehari-hari atau
menolong diri sendiri.
·
Dampak bagi keluarga
Ada orang
tua yang sangat pasrah menerima kenyataan yang dihadapi, namun tidak jarang
yang merasa terpukul dan tentu saja ada yang sangat tidak peduli. Reaksi/sikap
keluarga terhadap keluarbiasaan yang menimpa salah satu anggota keluarga
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya tingkat pendidikan latar belakang
budaya, status social ekonomi keluarga, dan tingkat keluarbiasaannya.
·
Dampak bagi masyarakat
Sikap
masyarakat mungkin sangat bervariasi tergantung dari latar belakang social
budaya dan pendidikan. Ada masyarakat yang ikut bersimpati bahkan ikut membantu
menyediakan berbagai fasilitas, ada yang bersikap acuh tak acuh, bahkan tidak
jarang ada yang bersikap antipasti sehingga melarang anaknya bergaul atau
berteman dengan ABK.
G. Model dan
Layanan Pendidikan Bagi Anak Tunaganda
Pada masa lalu, tunaganda
secara rutin dipisahkan dari sekolah regular, bahkan sekolah Khusus. Namun
sejak tahun 1980-an layanan pendidikan bagi anak tunaganda semakin mendapat
perhatian di tengah-tengah masyarakat, dengan mendirikan sekolah-sekolah
khusus. Demikian juga program-program pendidikan bagi anak tunaganda semakin
dikembangkan untuk anak usia sedini mungkin. Setidak-tidaknya program
pendidikan lebih diorientasikan untuk meningkatkan kemandirian anak. Untuk
menjaga efektivitas program pendidikan, maka program seharusnya mengakses empat
bidang utama, yaitu bidang domestik, rekreasional, kemasyarakatan, dan
vokasional. Hasil asesmen ini mungkin dapat membantu dalam merumuskan tujuan
yang lebih fungsional. Sementara itu dengan pengajaran seharusnya mencakup,
diantaranya: ekspresi pilihan, komunikasi, pengembangan keterampilan
fungsional, dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usianya, menyadari
akan kondisi objektif anak-anak tunaganda, maka pendekatan multidisipliner
adalah penting. Oleh karena itu orang-orang yang sesuai dalam mengatasi anak
tunaganda, seperti terapis bicara dan bahasa, terapis fisik dan okupasional
seharusnya bekerjasama dengan guru-guru kelas, guru-guru khusus dan orangtua,
karena perlajuan yang lebih cocok untuk mengatasi anak-anak tunaganda berkenaan
dengan masalah ketererampilan adalah memberikan layanan yang terbaik daripada
yang diberikan ditempat terapi yang terpisah. Untuk dapat menjamin kemandirian
anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu didukung dengan penataan kelas
yang sesuai, alat bantu dalam meningkatan keterampilan fungsionalnya.
Integrasi dengan anak
seusia merupakan komponen lainnya yang penting. Menghadiri sekolah regular dan
berpartisipasi dalam kegiatan yang sama dengan anak-anak normal adalah penting
untuk pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan, di samping dapat
mendorong adanya perubahan sikap yang lebih positif.
Tempat pendidikan Anak Tunaganda :
Tempat pendidikan Anak Tunaganda :
·
SLB /G kota Bandung
·
SDLB N Temanggung
·
SLB C/G YBS Karanganyar, Jawa Tengah
·
SLBN Bantul, Dearah lstimewa Yogyakarta
·
SLB G Daya Ananda kalasan, Sleman
·
SLB G Karya Mulia Wonokromo, Surabaya
·
SLB/G PGRI Dlanggu
·
SLB – 2 Pembina Tingkat Prop. Kalimantan
Tengah
·
SLB YPAC Cabang Manado, Sulawesi Utara
·
SDLB Minassate, Pangkep, Sulawesi
selatan
·
SLB /G Rawinala, Jakarta
Layanan
Pendidikan Gangguan Penglihatan dengan Gangguan Intelektual
Pendekatan
layanan pendidikan bagi anak tunagrahita-tunanetra lebih diarahkan pada
pendekatan individual dan pendekatan remediatif. Pendekatan individual
didasarkan pada assesment kemampuan untuk mengembangkan sisa potensi yang ada
dalam dirinya. Tujuan utama layanan pendidikan bagi anak tunagrahita adalah
penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri
sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan
pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai kemampuannnya.
Layanan pendidikan khusus bagi anak
tunagrahita meliputi latihan sensomotorik, terapi bermain dan okupasi, dan
latihan mengurus diri sendiri. Pendekatan pembelajaran dilakukan secara
individual dan remediatif. Perkembangan kemampuan anak berdasarkan tingkat
kemampuan kognitifnya. Anak yang ber IQ 55 - 70 berbeda dengan yang
ber IQ 35 – 55. Sehingga dalam sebaran IQ tersebut juga berbeda dalam
layanan masing-masing.
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi
mental dapat diberikan pada:
1.
Sekolah Khusus
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita-tunanetra
model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak
dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama
keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di
kelas khusus.
2.
Program sekolah di rumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak
tunagrahita-tunanetra yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus
karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan
cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksankan atas
kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
3.
Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada
tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada
umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik.
Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini
terbatas dalam hal :
·
Pengenalan diri
·
Sensorimotor dan persepsi
·
Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke
tempat lain)
·
Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
·
Bina diri dan kemampuan sosial
Pelayanan pendidikan gangguan
penglihatan yang disertai gangguan fisik dan motorik
Layanan pendidikan yang spesifik
bagi anak tunadaksa-tunanetra adalah pada bina gerak. Untuk memberikan layanan
bina gerak yang tepat diperlukan dukungan terapi, khususnya fisioterapi untuk
memulihkan kondisi otot dan tulang anak agar tidak semakin menurun
kemampuannnya. Selain itu dukungan untuk bina diri diperlukan terapi okupasi
dan bermain. layanan pendidikan bagi anak tunadaksa perlu memperhatikan tiga
hal, yaitu:
·
Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi
anak tunadaksa
·
Program pendidikan sekolah
·
Layanan bimbingan dan konseling
Pelayanan
pendidikan bagi anak tunadaksa-tunanetra diberikan pada:
1.
Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah
yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya,
penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat
lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah.
2.
Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah
luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama
tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan
sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan
tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun juga sama
dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk anak tunanetra, SLB-B untuk
anak tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita, SLB-D untuk anak tunadaksa, dan
SLB-E untuk anak tunalaras, serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program
pembelajaran antara yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama
merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama
merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar
daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.
H.
Kondisi Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Bagi
Tunaganda di Indonesia dan Banten Khususnya
Prevalensia Anak
Tunaganda
Mengingat
belum ada defininsi yang dapat diterima secara umum tentang anak tunaganda,
maka tidak ada gambaran yang akurat tentang prevalensi anak tunaganda. jika
menggunakan analog di Amerika Serikat, maka jumlah anak tunaganda berkisar
sekitar 0,05% sampai dengan 0,1% dari populasi usia sebaya. Berdasarkan asumsi
bahwa jumlah anak tunaganda di Indonesia proporsinya sama dengan yang di
Amerika Serikat, maka jumlah anak-anak usia sekolah di Indonesia yang sekitar
60 juta orang, maka anak tunaganda Indonesia sekitar 99.000 anak sampai 110.000
anak.
Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia
Diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18
tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus.
“Apabila ditambah dengan anak-anak yang menggunakan kacamata, jumlahnya akan
lebih banyak lagi,” ungkap Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD dalam pidato
pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada
(UGM) Yogyakarta di gedung senat perguruan tinggi itu, Kamis (28/5). Secara
global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau sekitar 7%
populasi dunia, kurang lebih 80 juta di antaranya membutuhkan rehabilitasi.
Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen mempunyai akses pelayanan.
Selain itu, ia menambahkan, sampai
saat ini terjadi keterbatasan dan belum disediakannya fasilitas khusus seperti
jalan yang bisa dilalui kursi roda, jalan yang aman bagi anak dengan serebral
palsi, jalan yang dibuat khusus bagi anak tuna netra hingga bisa mandiri sampai
tujuan. Demikian juga fasilitas kesehatan, masih sukar dicapai para penyandang
cacat, di samping petugas kurang tanggap. Sunartini mengatakan, menghadapi
terjadinya anak berkebutuhan khusus karena penyimpangan perkembangan otak,
langkah yang paling tepat adalah mengenali atau mendeteksi dini kelainan yang
ada, baik oleh penolong persalinan, tenaga kesehatan, serta masyarakat,
terutama orangtua dan keluarganya. Setelah itu, diikuti penanganan atau
intervensi dini, baik secara promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta:
PT
Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar