Kamis, 29 Desember 2016

Menejemen Keuangan Publik



MENEJEMEN KEUANGAN PUBLIK

A.    ISLAM KAFFAH
Mendirikan shalat dan membayar zakat tidak dapat dipisahkan! Inilah perjuangan serius Abu Bakar Ash-Sidiq. Penyakit sosial yang dihadapi oleh khalifah Abu Bakar sepeninggal Rasulullah adalah pemurtadan, antara lain gerakan membangkang bayar zakat. Khalifah Abu Bakar bekerja sepanjang 27 bulan untuk memerangi siapapun yang enggan membayar zakat. Kebijakan Abu Bakar dikritik sebagian sahabat dengan argumen bahwa setiap orang yang telah menyatakan syahadat maka darah dan hartanya dijamin. Tentang dosa mereka yang tidak membayar zakat adalah urusan Allah. Menjawab kritik itu Abu Bakar dengan tegas mengatakan : “Demi Allah, saya akan memerangi siapapun yang memisahkan shalat dengan zakat”.
Kita bersyukur kepada Allah telah diberikan pemimpin yang tegas terhadap orang kuat lagi kaya dan bersikap lembut terhadap si lemah lagi miskin seperti Abu Bakar Ash-Sidiq. Sulit membayangkan kemajuan Islam hingga memimpin dunia menguasai Emperium Romawi dan Persia pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab. Tanpa zakat dan pemerintahan, masjid akan lumpuh. Tanpa zakat, bangunan Islam menjadi roboh, karena masjid terdiri dari orang-orang sholeh yang tidak berdaya.

B.     PEMASUKAN KEUANGAN PUBLIK
Dalam Undang-Undang Dasar, suatu negara pada umumnya menyatakan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun. Sumber utama pendapatan negara adalah pajak. Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur pula dengan Undang-Undang Dasar. Bagaimana dengan sumber utama keuangan negara dalam islam?
Anggaran pendapatan dan belanja dalam Islam telah diatur dalam Al-Quran dan sunah nabi, bukan keputusan politik. Pemasukan keuangan publik dalam Islam diperoleh dari :


1)      Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan kekayaan sebagian dari kekayaannya berupa tanah, uang atau barang berharga lainnya dengan melembagakannya untuk selama-lamanya, untuk kepentingan umum sesuai syariat Islam. Tujuan wakaf tertulis dengan jelas dalam ikrar wakaf seruan wakaf dalam islam didasarkan pada dalil berikut yang artinya :
“Hai orang orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu,sembahlah Tuhanmu dan perbuatan kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”(QS Al-Hajj (22):77)
Wakaf memiliki peran strategis dalam pembangunan peradaban manusia sejak awal Islam di Madinah hingga kehadiran Islam di Indonesia karena beberapa alasan. Pertama, wakaf mengubah milik pribadi menjadi milik Allah-milik publik. Kedua, wakaf berupa aset dan modal yang tidak boleh dihabiskan dalam jangka panjang, berbeda dengan zakat yang harus dibagikan segera. Ketiga, peruntukan hasil wakaf berdimensi luas untuk pembangunan infrastuktur sosial-terutama masjid berasrama dengan fungsi akademisnya demi Izzatul Islam Walmuslimin dibandingkan zakat yang khususnya untuk orang. Keempat, wakaf perlu orang atau badan hukum untuk mengolahnya antara lembaga pendidikan disebut Nadzir atau Mutawali. Nadzir wajib memiliki kemampuan menterial dalam bidang investasi produktif, sehingga aset dan modal tidak habis untuk perawatan dan kegiatan operasional. Atas kinerjanya itu, nadzir berhak memperoleh upah dari hasil kerjanya.
Pemberian benda yang memiliki nilai guna besar dapat juga dilakukan melalu hibah. Hibah diberikan seseorang untuk kepentingan orang lain atau badan sosial tanpa mengharapkan balasan. Beberapa dengan wakaf. Hibah dapat dijual dan diwariskan kepada ahli waris penerima hibah.
2)      Zakat
Zakat adalah kewajiban kaum muslimin yang kaya dari kekayaan yang mereka miliki berupa hasil pertanian, perdagangan, tabungan, dan penghasilan lain sesuai ketentuan-ketentuan yang dipungut oleh dan atau disetorkan melalui lembaga amil untuk disalurkan kepada mustahiq dalam rangka mewujudkan keadilan sosial. Lembaga amil yang sesungguhnya adalah negara, namun dalam perjalanan sejarah ketika institusi menjadi sekuler, lembaga amil dapat membentuk badan hukum penyelenggara pendidikan berbasis masjid. Kebijakan alokasi zakat di lembaga pendidikan difokuskan pada pengembangan ilmu dan dakwah Islam dengan tetap berpedoman pada ketentuan syariat firman Allah.
3)      Infak dan Sedekah
Infak adalah pengeluaran yang dilakukan seseorang untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginannya sebanyak yang ia kehendaki. Infak ada yang bersifat wajib dan ada pula yang bersifat sukarela. Infak wajib berupa zakat dan nafkah hidup yang diberikan seorang suami kepada istrinya, ayah terhadap anaknya, wali untuk  anak asuhnya, imbal jasa majikan terhadap pelayannya, dan lain-lain.
Sedekah diberikan seseorang terhadap orang lain, baik langsung maupun melalui lembaga amil yang sejenis, jumlahnya maupun waktunya tidak ditentukan. Penggalangan dana infak dan sedekah sangat dianjurkan melalui lembaga amil untuk disalurkan kepada yang membutuhkan
4)      Ghanimah dan fa’i
Ghanimah adalah kekayaan negara yang dirampas dari pihak musuh setelah dilakukan melalui peperangan. Sedangkan fa’i adalah aset musuh yang ditaklukan tanpa peperangan.
5)      Jizyah
Jizyah adalah pajak yang wajib dibayarkan oleh warga negara non muslim sebagai imbal jasa atas perlindungan dan layanan yang mereka terima dari negara. Kewajiban ini didasarkan pada firman Allah : “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasulnya dan tidak beragama yang benar (agama Allah) yaitu orang-orang yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedangkan mereka dalam keadaan tunduk.” (QS At-Taubah 9:29)
6)      Kharaz (Retribusi)
Kharaz adalah retribusi atas tanah negara yang digarap oleh warga, seperti hak guna usaha atau hak guna bangunan. Dewasa ini, imbalan atas pengguna fasilitas negara bisa lebih banyak objeknya, seperti retribusi parkir, jalan tol, dan sebagainya.
7)      Usyr
Usyr adalah bea cukai atas komoditas import. Kebijakan ini dilakukan pada jaman Khalifah Umar Bin Khatab dan tidak dikenal pada zaman Nabi dan Khalifah Abu Bakar. Cukai diberlakukan karena negara lain juga mengenakan biaya atas komoditi dari negeri Islam.
8)      Fidyah, Kafarat, Diyat, dan Dam
Fidyah adalah tebusan yang dibayarkan umat Islam karena meninggalkan kewajiban puasa dengan alasan tertentu, seperti sakit atau lanjut usia. Sedangkan khafarat adalah tebusan yang wajib dibayar tanpa alasan yang dibenarkan, misalnya bersenggama dibulan Ramadhan. Diyat adalah denda yang dikenakan atas pelaku kejahatan pembunuhan sebagai pengganti qisos. Sedangkan Dam adalah denda atas kelalaian seseorang yang meninggalkan salah satu wajib haji, diluar hukum. Sumber pembiayaan negara juga diperolah dari keuntungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola Sumber Daya Alam di wilayah yang dikuasai negara. BUMN dikelola oleh Baitul Mal dengan prosedur terkelola amil.

C.    TATA KELOLA AMIL
Tata kelola wakaf, zakat, infak dan sedekah didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1)      Prinsip keyakinan        : Perintah zakat berkaitan dengan shalat-keshalehan individu.
2)      Prinsip kepastian         : Jumlah yang harus dibayar dan batas nisab jelas.
3)      Prinsip kemudahan      : Muzakky bisa menghitung sendiri atas dasar keyakinan dan kerelaan.
4)      Prinsip keadilan dan persamaan : Ketentuan zakat ini adalah ketentuan syara’ (Allah dan Rasul-Nya) dimana perhitungan zakat selalu mempertimbangkan depresiasi (penyusutan), produktivitas dan keuntungan.
5)      Prinsip produktivitas : Mencegah kecenderungan untuk menimbun sumber daya ekonomi dan uang tunai yang tidak digunakan, sebaliknya ia mendorong kuat untuk menginvestasikan persediaan yang tidak terpakai.
Dana publik yang dihimpun lembaga amil dikelola sesuai rencana tindakan dan kebijakan chas flow yang meliputi investasi, modal kerja, dan pengendalian biaya operasional maupun personal. Segala sumber daya diukur dengan uang sehingga tercapai apa yang menjadi tujuan tata kelola keuangan, yakni efisiensi, pertumbuhan, pelayanan dan reinvestasi. Untuk menjamin keadilan restribusi zakat, diatur pula tentang kelompok yang haram menerima zakat, antara lain:
1)      Muhammad Rasulullah SAW beserta keluarganya dari keturunan Bani Hasyim dan Bani Muthalib-Ahl Bait, mengingat kedudukan beliau sebagai pemimpin umat yang diantara tugasnya adalah memungut zakat dari kaum beriman. Sebagai penggantinya, Ahl Bait berhak atas menerima khumus (20% dari 20%) ghanimah (hasil rampasan perang) dan fa’i (harta yang diperoleh dari orang kafir tanpa peperangan), sebagaimana tersebut dalam  QS Al-Anfal (8):41 dan QS.Al-Hasyr (59):7
2)      Istri, anak, ayah dan semua keturunan muzakky
Seorang suami tidak dibenarkan memberikan zakatnya kepada istrinya sendiri. Demikian pula kepada anggota keluarganya dalam garis keturunan keatas yakni ayah, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya ataupun dalam garis keturunan kebawah yakni anak, cucu, dan seterusnya. Karena mereka termasuk kedalam kelompok orang yang wajib dinafkahi oleh muzakky. Anggota keluarga memiliki surplus ekonomi, dalam pandangan Islam, berkewajiban membantu dan memberi nafkah anggota lain yang kekurangan.
3)      Orang kafir atau murtad tidak berhak menerima zakat demikian juga orang boros
Yakni orang selalu membelanjakan uang untuk maksiat meskipun tercatat muslim atau fasik ia tidak berhak menerima zakat. Kecuali apabila pemberian zakat kepada orang kafir, murtad dan fasik justru diharapkan dapat melunakan hatinya atau muallaf dan mengembalikannya kejalan yang benar. Komitmen ini karena Islam melarang dan membatasi gerak semua praktik yang merusak dan anti sosial yang terdapat dalam masyarakat misalnya berjudi, narkoba, dan seterusnya.
4)      Orang yang menghabiskan waktunya untuk ibadah ritual (ahli ibadah) sehingga tidak ada lagi waktu luang untuk mencari nafkah sementara ia memiliki tenaga dan kemampuan untuk itu, maka ia tidak berhak atas zakat. Sebabnya adalah manfaat dari ibadah itu hanya kembali kepada dirinya sendiri, tanpa orang lain dapat ikut memperolehnya, penegasan ini merupakan kelanjutan dari penolakan Islam terhadap konsep hidup rahbaniyah (kerahiban-pastorial) yang menekankan semata-mata pada aspek spiritualitas dan moralitas serta menegakan aspek materil.

D.    TATA KELOLA PENYALURAN DAN PEMBERDAYAAN
I.         Tujuan pertama zakat adalah meningkatkan daya beli fakir dan miskin yakni kelompok masyarakat yang menganggur tidak memiliki usaha tetap atau memiliki usaha dan penghasilan tetap tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan setahun.
II.      Tujuan kedua zakat adalah menciptakan lapangan kerja. Sasaran dan pencapaian tujuan ini adalah pengelolaan zakat, membebaskan budak (riqob) dan membayar hutang gharimin. Zakat dikeluarkan dalam bentuk gaji bagi relawam amil.
III.   Tujuan zakat yang ketiga adalah menciptakan dan memperkuat daya umat dengan semangat jihad fi sabililah. Jihad tidak hanya menjaga keamanan dan pertahanan negara dengan membiayai tentara dan perlengkapan perang tetapi jihad fi sabililah wal burhan dengan membiayai dakwah dan pendidikan.
IV.   Daya saing umat dapat ditentukan oleh kualitas SDM. Dalam hal ini masjid kampus mengalokasikan pembinaan muallaf dan ibn sabil, anak jalanan dan mahasiswa luar kota dengan menyediakan rumah karakter. Rumah karakter bukan rumah tinggal biasa tetapi juga tempat pembinaan leadership dan kepedulian pemuda terhadap lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar